“cinta seorang Ibu
adalah kesabaran dan kata maaf, disaat orang-orang lain meninggalkan kita.
cinta Ibu tidak pernah gagal ataupun terputus meski hatinya tersakiti. - (Helen
Steiner Rice)
SALAH
satu lubang kesalahan terbesar kita adalah, tidak membahagiakan ibu. Mengapa
saya sebut lubang? Karena kita selalu menimbunnya dengan tumpukan kesalahan,
disadari atau tidak, yang membuat ibu kita menangis, atau berlutut berdoa untuk
apapun yang kita lakukan.
Dulu
saya kerap berpikir, ketika memberikan sesuatu yang berujud benda, sepeti
sebuah cicilan kebahagiaan. Kasih ibu mungkin pernah kita ibaratkan seperti
kredit bank yang bisa kita lunasi dalam jangka waktu tertentu. Ketika kita
memberikan jam tangan, emas berlian, rumah, atau mobil mungkin, seolah kita
sudah membayar tunai cintanya kepada kita.
“Ibu hanya ingin melihat kamu senang dan
bahagia. Itulah kebahagiaan ibu, bukan benda-benda mahal yang tampak di depan
mata,” -- begitu kalimat singkat yang diucapkan ibu saya ketika
saya “iseng” bertanya tentang bahagia di mata beliau.
Tentu
saja kebahagiaan itu bukan matematika yang bisa diasumsikan dengan angka-angka,
dengan jumlah kebendaan yang kasat mata, dengan deretan pundi-pundi rupiah yang
berjejer di rekening. Konsepsi kebahagiaan
ibu adalah ketika anaknya menemukan apa yang diinginkan, menerima manusia lain
dengan baik, dan peka terhadap lingkungan dan [mungkin] relijiusitasnya. Ada
yang bisa mengalkulasi berapa “harga” dari konsepsi kebahagiaan itu?
Seorang
novelis dan dramawan Perancis abad 17, Honoré
de Balzac, pernah mengatakan, “hati seorang Ibu adalah sebuah jurang yang
dalam, yang didasarnya bisa kau temukan maaf.” Artinya, seberapapun besarnya
kita melakukan kesalahan, di jurang hati ibu, selalu ada maaf. Meski kita
sering menyakiti, tapi selalu terbuka pintu maaf yang tidak terbatas.
Pertanyaannya,
sanggupkah kita melihat ibu kita menangisi kita, menangis kesalahan kita,
menangisi langkah-langkah gegabah yang
kita lakukan? Seperti lirik lagu yang mungkin kita pernah dengar, “....di doa ibu kudenger, ada namaku
disebut....”
Saya
hanya ingin berbagi catatan singkat: “menjadi seorang Ibu penuh waktu adalah
salah satu pekerjaan dengan bayaran tertinggi, karena bayarannya adalah cinta
yang murni.” Kalau kata presiden Amerika Serikat peling terkenal, Abraham
Lincoln, “atas diriku sekarang ini, maupun harapanku atas diriku, aku berutang
pada Ibuku, malaikatku.”
Ibu,
inilah anakmu, yang selalu ingin terus membahagiakanmu.....