Sabtu, 01 Juni 2013

IBU, Bahagiamu Bukanlah Matematika

“cinta seorang Ibu adalah kesabaran dan kata maaf, disaat orang-orang lain meninggalkan kita. cinta Ibu tidak pernah gagal ataupun terputus meski hatinya tersakiti. - (Helen Steiner Rice)

SALAH satu lubang kesalahan terbesar kita adalah, tidak membahagiakan ibu. Mengapa saya sebut lubang? Karena kita selalu menimbunnya dengan tumpukan kesalahan, disadari atau tidak, yang membuat ibu kita menangis, atau berlutut berdoa untuk apapun yang kita lakukan. 


Dulu saya kerap berpikir, ketika memberikan sesuatu yang berujud benda, sepeti sebuah cicilan kebahagiaan. Kasih ibu mungkin pernah kita ibaratkan seperti kredit bank yang bisa kita lunasi dalam jangka waktu tertentu. Ketika kita memberikan jam tangan, emas berlian, rumah, atau mobil mungkin, seolah kita sudah membayar tunai cintanya kepada kita.

“Ibu hanya ingin melihat kamu senang dan bahagia. Itulah kebahagiaan ibu, bukan benda-benda mahal yang tampak di depan mata,”  -- begitu kalimat singkat yang diucapkan ibu saya ketika saya “iseng” bertanya tentang bahagia di mata beliau.

Tentu saja kebahagiaan itu bukan matematika yang bisa diasumsikan dengan angka-angka, dengan jumlah kebendaan yang kasat mata, dengan deretan pundi-pundi rupiah yang berjejer di rekening.  Konsepsi kebahagiaan ibu adalah ketika anaknya menemukan apa yang diinginkan, menerima manusia lain dengan baik, dan peka terhadap lingkungan dan [mungkin] relijiusitasnya. Ada yang bisa mengalkulasi berapa “harga” dari konsepsi kebahagiaan itu?

Seorang novelis dan dramawan Perancis abad 17, HonorĂ© de Balzac, pernah mengatakan, “hati seorang Ibu adalah sebuah jurang yang dalam, yang didasarnya bisa kau temukan maaf.” Artinya, seberapapun besarnya kita melakukan kesalahan, di jurang hati ibu, selalu ada maaf. Meski kita sering menyakiti, tapi selalu terbuka pintu maaf yang tidak terbatas.

Pertanyaannya, sanggupkah kita melihat ibu kita menangisi kita, menangis kesalahan kita, menangisi  langkah-langkah gegabah yang kita lakukan? Seperti lirik lagu yang mungkin kita pernah dengar, “....di doa ibu kudenger, ada namaku disebut....”

Saya hanya ingin berbagi catatan singkat: “menjadi seorang Ibu penuh waktu adalah salah satu pekerjaan dengan bayaran tertinggi, karena bayarannya adalah cinta yang murni.” Kalau kata presiden Amerika Serikat peling terkenal, Abraham Lincoln, “atas diriku sekarang ini, maupun harapanku atas diriku, aku berutang pada Ibuku, malaikatku.”

Ibu, inilah anakmu, yang selalu ingin terus membahagiakanmu.....