Anggap saja kita, saya atau Anda mungkin, sedang menjalin relasi dengan manusia lain. Entah sebagai sahabat, kekasih atau sekadar teman biasa. Kalau dideretkan soal perbedaan, mungkin bisa lebih dari 60 persen perbedaan kita dengan manusia lain. Ada yang beda biasa saja, tapi ada juga yang amat berbeda. Pertanyaannya, bagaimana kita meletakkan perbedaan itu dalam koridor sebuah hubungan?
Kalau kita melihat perbedaan selalu sebagai perbedaan, percayalah energi kita akan terbuang percuma. Kita tidak akan pernah punya teman karena selalu menonjolkan perbedaan sebagai alasan. Saya punya pendapat, perbedaan sebenarnya adalah cara pandang kita untuk menerima orang lain secara utuh dalam hidup dan kehidupan kita. Kalau kita pasangan kekasih, perbedaan [seharusnya] jadi pemicu pelakunya untuk bisa mengenal dan melihat pasangannya secara utuh.
Sesederhana itukah? Tentu saja tidak. Biarkan saja perbedaan tetap sebagai perbedaan. Karena itu akan memperkaya pengetahuan kita untuk mengenal pasangan kita dengan lebih detil dan teliti. Dalam relasi itu saya menempatkan perbedaan dalam skala yang lebih kecil. Saya lebih menyukai apa yang kita bisa lakukan bersama dengan aman, nyaman, menyenangkan dan saling membahagiakan. Biarlah perbedaan itu menjadi ‘bensin’ yang menghidupkan dari dari kekuatan persamaan.
Saya memilih merendahkan hati, mengabaikan kekerasan hati, melapangkan rasa cinta dan kasih sayang yang lebih besar. Ketika itu benar terjadi, saya menjadi manusia yang paling menikmati indahnya hidup dengan orang lain…..
[yado, ketika rasa memilik begitu membuncah, 24 september 2010, 9.11 wib]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar