"Agama adalah keluhan makhluk yang tertekan, perasaan dunia tanpa hati, sebagaimana ia adalah suatu roh zaman yang tanpa roh. Ia adalah candu rakyat" ------ (Karl Marx in introduction to the critique of Hegel's Philosophy, Oxford University; 1981)
Beberapa hari terakhir, ungkapan Karl Marx yang sangat populer di atas serasa terus menghantui pikiran. Tentu saja, hal ini tidak otomatis berarti saya adalah pengagum berat filsafat Marx. Tapi seandainya kita bicara dalam konteks kekinian, dimana agama benar-benar menjadi "ajang-pamer- moralitas" Karl Marx bisa-bisa tertawa melihat banyak orang yang menghujkat pemikirannya itu.
Secara terminologis, definisi "Agama" itu sendiri sudah menimbulkan persoalang yang pelik. Apa yang disebut "Agama" itu ? Dan kepercayaan mana saja yang layak dikategorikan sebagai "Agama" ?
Kata Agama dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Sangsekerta ( a = tidak; gama = kacau). Secara etomologis, agama itu berarti sesuatu yang "Tidak Kacau". Banyak orang memiliki keyakinan tanpa adanya agama sama seperti juga tidak memiliki hukum, jadi dunia akan kacau, karena segalanya diperbolehkan.
Dalam kebanyakan bahasa Eropa, kata agama itu berasal dari bahasa Latin = Religio yang diserap dari kata Ligare = mengikat; sedangkan Re = lagi; jadi bisa diartikan sebagai mengikat lagi. Konon kata Religion itu berasal dari St. Agustinus. Sedangkan dalam bahasa Arab = Din yang bisa diartikan sabagai taat atau suatu kata yang mengacu kepada kepatuhan.
Pada saat pemerintahan Order Baru, agama itu di definisikan sebagai "Kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa", sehingga aliran yang tidak percaya akan Tuhan ataupun Tuhan yang Maha Esa sebenarnya tidak bisa dinilai sebagai agama.
Banyak orang dengan secara gampang menyatakan bahwa semua agama itu sama, kalau kenyataannya semudah demikian, maka manusia dengan mudah bisa gunta-ganti agama, seperti juga ganti pakaian. Tetapi kenyataannya boro-boro ganti agama ganti aliran pun sudah bisa dinilai sebagai dosa besar, misalnya Kristen Katolik pindah menjadi Protestan.
Kita sering mendengar tuduhan bahwa Marxisme bertentangan dengan agama serta memusuhi orang yang taat. Bukankah Marx pernah menyebutkan agama sebagai "candu rakyat"?
Sebetulnya sikap Marx dan Lenin dalam hal ini sering disalahartikan, baik oleh orang non-sosialis maupun oleh tidak sedikit orang yang mengaku Marxis. Kritik Marx yang termasyur mengenai peranan agama dalam masyarakat sebetulnya tidak diarahkan untuk meremehkan kepercayaan manusia pada Tuhan.
Memang betul bahwa Marx, sebagai seorang filosof yang bersikap materialis, tidak percaya pada Tuhan. Namun demikian Marx sangat menaruh simpati pada rakyat biasa yang beragama. Untuk memahami sikap Marx yang sebenarnya, mari kita menyimak tulisannya "Kritik terhadap Filsafat Hukum Hegel". Di sini kita mendapati rumusan terkenal tentang "candu rakyat", tapi dalam konteks spesifik.
"Di negeri Jerman," tulisnya, "kritik terhadap agama dalam garis besar sudah lengkap". Artinya, kritik tersebut sudah diselesaikan oleh kaum filosof yang mendahului Marx (kaum "Hegelian Muda" terutama Feuerbach). Marx merangkum kritik mereka sebagai berikut:
"Landasan untuk kritik sekuler adalah: manusialah yang menciptakan agama, bukan agama yang menciptakan manusia. Agama adalah kesadaran-diri dan harga-diri manusia yang belum menemukan diri atau sudah kehilangan diri sendiri."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar