Dari kecil, mungkin dari lahir ceprot, saya sudah dilabeli dengan agama tertentu yang sama dengan
orangtua saya. Tentu saja saya tidak memilih suka-suka, karena memang belum
sanggup untuk menentukan pilihan apapun. Jadi ketika itu, terima saja yang dilabelkan.
Ketika
makin dewasa, belajar ilmu-ilmu yang ternyata tidak pasti, saya dijejalkan
dengan penjelasan-penjelasan bahwa agama adalah yang sudah “disepakati” oleh
negara. Ketika itu ada 5. Sudah tahu kan? Yang kini bertambah 1 jadi 6.
Konghucu masuk jadi agama ke-6.
Saya
kemudian jadi agak bingung ketika bicara soal klaim-klaim kebenaran mutlak, dan
kemudian menafikan agama lain sebagai “ketidakbenaran” hakiki. Ketika saya
kemudian makin mengritisi, mencari pembanding, mencari penjelasan tentan “kebenaran”
dan “ketidakbenaran” itu, ada banyak cabang yang saya temukan. Bahkan di setiap
agama yang diakui.
Kemudian
cap kafir, murtad, atheis, mrosal,
liberal, sekuler, nyeleneh, mungkin tidak waras mulai berseliweran ke kuping
saya, ketika mempertanyakan klaim-klaim itu. Apakah stigmatisasi tersebut
berhasil menyakiti saya atau tidak, sayalah yang memutuskan. Saya memiliki
otonomi penuh terhadap diri saya sendiri. Bukan orang lain. Inilah rahasia
mengapa saya selalu terus belajar untuk tak sakit hati dikata-katai orang lain
Bukan
untuk mempengaruhi pemikiran supaya goyah, tapi sekadar berdiskusi cerdas.
Sayangnya, saya belum menemukan orang yang benar-benar bisa dengan santai
ngobrol soal ini. Soal apakah saya ini kafir atau tidak, sudah tergolong murtad
atau tidak, adalah kavling sang Maha Hakim. Bukan orang lain yang menentukan
vonisnya. Saya relatif sudah tercerahkan soal ini.
Nilai
pribadi saya tak ditentukan oleh penghakiman orang. Akan tetapi oleh
keseluruhan yang telah saya perbuat dalam hidup ini, baik yang tampak maupun
yang tak tampak. Kalau Anda sudah melewati masa-masa “stigmatisasi” itu,
berarti Anda sudah menjadi orang yang tercerahkan.
Saya
selalu tersenyum dengan stigmatisasi tersebut. Karena saya ingin jadi manusia
yang tidak memberika stigma juga. saya terus memilih untuk merdeka dan tak
terkungkung oleh pandangan orang, oleh indoktrinasi, oleh nilai-nilai yang
katanya sudah established.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar