BENAR, semua berawal dari kegelisahan. Mencari sebuah jawaban yang benar-benar membuatku nyaman dan membuatku menemukan tenang. Pertama, aku bertanya tentang Tuhan. Siapakah sebenarnya Tuhanku? Siapakah “oknum” yang memberiku kekuatan, kesedihan, cinta dan airmata itu? Aku mengembara dengan pemikiran, bertanya kepada banyak orang, dan membaca banyak hal. Aku mencoba menjauhi-Nya, mengabaikan semua tentang Dia, ingin merasakan dunia tanpa oknum yang disebut Tuhan itu. Hasilnya? Kegelisahan yang makin menjadi.
Kedua, aku bertanya tentang cinta. Sebenarnya, cintaku ada di sebelah mana, kepada siapa dan untuk apa aku mencintai? Aku pernah jatuh cinta, aku pernah merasa amat sayang dengan seseorang, aku pernah merasa takut kehilangan, tapi kemudian semua hilang. Aku terombang-ambing, berputar-putar pada kekosongan hati . Aku terlukai, aku tersakiti, dan aku terabaikan. Percayalah, itu hidup yang amat kosong. Aku meninggalkan orang yang [pernah] mencintaiku, karena aku kehilangan rasa cinta dalam diriku. Aku merasakan diriku mati, dalam raga tak tampak-ku.
Dan apakah aku sudah menemukan keseimbangan cinta dan Tuhan?
Dalam kesepianku aku menemukan Tuhan. Dalam kegelisahanku aku berdialog dengan-Nya. Aku tidak tahu, dia Tuhan dari agama apa, tapi aku percaya Dialah Tuhan yang aku sembah. Tuhan yang membuatku selalu tampak kecil dan tak berarti. Aku masih “malu-malu” berdialog kembali, setelah sekian lama aku tak pernah menganggap-Nya ada.
Aku masih “gengsi” untuk menyebutnya Tuhan. Aku masih “takut” menyapanya, karena terlalu sering menghujatnya. Tapi aku menemukan-Nya dalam kesalahan-kesalahanku. Aku menemukan-Nya dalam kesombonganku. Dan aku menemukan-Nya dalam kerentaan gelisahku. Dia ada dan dekat dengan prosesi putaran hidupku.
Apakah aku sudah menemukan cinta sejati? Entahlah. Apakah yang aku rasa ini adalah cinta sejati? Entahlah. Apakah yang sedang aku alami ini adalah cinta sesungguhnya? Aku memang jatuh cinta. Kali ini benar-benar jatuh cinta. Menempatkan diriku pada kebingungan. Aku mencintainya, tapi apakah dia [sebenar-benarnya] juga merasakan rasa tulusku?
Sampai detik ini, aku belum menemukan jawaban yang memuaskan-ku. Apakah perasaan cinta yang aku rasakan ini adalah kesalahan? Aku mencintai orang yang salah-kah? Jujur, aku meyakini cinta itu tak pernah salah. Lalu mengapa cinta itu datang sekarang? Bukankah cinta yang tulus itu membawa rasa bahagia? Tapi mengapa kebahagian yang sekarang aku rasakan, masih terombang-ambing?
Aku masih merasakan kegelisahan soal cinta. Dia yang kucinta, membuatku terhempas kesana-sini. Dan haruskah aku merasakan kesakitan bara lagi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar