SAYA sedang jatuh cinta, dan rasanya menyenangkan. Saya bisa mengerti, ketika seseorang jatuh cinta, dia akan banyak tersenyum. Tapi saya juga pernah merasakan putus cinta dan percayalah, itu bukan hal yang ingin Anda rasakan. Impact-nya bisa bermacam-macam. Bahkan tidak sedikit yang memilih kembali jadi abu ketimbang melepaskan dewa amor itu.
Saya tidak akan bicara dewa amor itu. Cinta, istilah latinnya adalah amor dan caritas. Menurut Plato, semua cinta adalah cinta akan keindahan. Menurut filsuf Yunani ini, cinta bentuknya sempurna. Kemudian berkembang dan punya banyak pemahaman. Salah satu yang cukup melankolis adalah pendapat Sigmund Freud yang mengatakan bahwa eros, yang ditafsir sebagai pemenuhan seksual, merupakan inti dari apa yan dinamakan cinta. Konon sejarah manusia merupakan pergumulan antara eros dan thanatos [naluri kematian].
Cinta juga membuat banyak manusia seolah-olah kuat dan seolah-olah berani. Padahal mungkin mereka rapuh dan merepih asa yang tak berkesudahan. Berapa banyak manusia yang memilih mati karena cinta? Bunuh diri rasanya jadi jamak.
Tahukah Anda, bunuh diri itu merupakan suatu pelanggaran yang serius terhadap cinta diri yan sejati? Sebab ketika seseorang melakukannya, seseorang memustahilkan pencapaian tujuan akhir hidupnya, yaitu kebahagiaan abadi. Seseorang yang bunuh diri, hanya tampaknya saja berani. Padahal sebenarnya, dia pengecut.
Saya melihat jatuh cinta, mencintai, dicintai, sebenarnya adalah pencerahan atau dalam bahasa filsafatnya disebut satori. Pencerahan cinta sebenarnya mencakup kembali kepada hakikat asli dan hubungan riil dengan dunia dan manusia. Pencerahan cinta itu sebuah lorong panjang yang bisa ditemukan lewat pencairan panjang juga.
Saya bisa mengerti seseorang yang memilih tidak melanjutkan hubungan cintanya karena tak juga menemukan sisi philia dan pencerahan dari hubungan itu. Tapi saya juga bisa memahami mengapa manusia begitu kekeuh mempertahankan cinta.
Sekali lagi, cinta itu keindahan dan saya selalu ingin menjadi indah…
Saya tidak akan bicara dewa amor itu. Cinta, istilah latinnya adalah amor dan caritas. Menurut Plato, semua cinta adalah cinta akan keindahan. Menurut filsuf Yunani ini, cinta bentuknya sempurna. Kemudian berkembang dan punya banyak pemahaman. Salah satu yang cukup melankolis adalah pendapat Sigmund Freud yang mengatakan bahwa eros, yang ditafsir sebagai pemenuhan seksual, merupakan inti dari apa yan dinamakan cinta. Konon sejarah manusia merupakan pergumulan antara eros dan thanatos [naluri kematian].
Cinta juga membuat banyak manusia seolah-olah kuat dan seolah-olah berani. Padahal mungkin mereka rapuh dan merepih asa yang tak berkesudahan. Berapa banyak manusia yang memilih mati karena cinta? Bunuh diri rasanya jadi jamak.
Tahukah Anda, bunuh diri itu merupakan suatu pelanggaran yang serius terhadap cinta diri yan sejati? Sebab ketika seseorang melakukannya, seseorang memustahilkan pencapaian tujuan akhir hidupnya, yaitu kebahagiaan abadi. Seseorang yang bunuh diri, hanya tampaknya saja berani. Padahal sebenarnya, dia pengecut.
Saya melihat jatuh cinta, mencintai, dicintai, sebenarnya adalah pencerahan atau dalam bahasa filsafatnya disebut satori. Pencerahan cinta sebenarnya mencakup kembali kepada hakikat asli dan hubungan riil dengan dunia dan manusia. Pencerahan cinta itu sebuah lorong panjang yang bisa ditemukan lewat pencairan panjang juga.
Saya bisa mengerti seseorang yang memilih tidak melanjutkan hubungan cintanya karena tak juga menemukan sisi philia dan pencerahan dari hubungan itu. Tapi saya juga bisa memahami mengapa manusia begitu kekeuh mempertahankan cinta.
Sekali lagi, cinta itu keindahan dan saya selalu ingin menjadi indah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar