Namanya PENJILAT. Kosa kata ini bisa berarti macam-macam, tapi mari kita sepakati satu makna, bajingan tengik! Mengapa? Karena sosok dengan karakter penjilat ini, lebih banyak berpikir untuk dirinya sendiri, bukan untuk kepentingan orang banyak. Karena penjilat biasanya hanya ingin menyenangkan orang yang yang sedang berkuasa dan punya kekuasaaan, untuk akses dirinya sendiri. Apalagi istilah yang pantas, selain bajingan tengik?
Keberanian dan siasat seorang penjilat muncul dari pengamatan air muka dari tuan (atasan)-nya serta penghafalan isyarat tangan dari atasannya, dia memiliki dua pasang mata pencuri yang khusus mengamat-amati orang lain.
Yang dilakukannya cukup berani, karena sosok in mendapat “kekuatan” dari kekuasaan atau memang diplot sebagai tumbal untuk menghasut, dengan pernyataan atau sikap yang memancing orang lain untuk berkomentar. Dan si bajingan tengik ini akan membela tuannya dengan mati-matian, dengan komentar menjijikan yang menyebalkan. Seorang penjilat merubah dirinya sendiri menjadi 'nol', karena dia hendak bersembunyi di dalam bayangan orang yang berkuasa.
Dan di republik ini, bajingan tengik sudah terang-terangan mempertontonkan perilakunya. Dalam ranah politik, nama-nama yang berseliweran di media banyak yang pantas disebut bajingan tengik itu. Berkomentar dengan “berani” tapi tanpa pertimbangan, bersuara dengan “gagah” tapi tanpa otak. Maksudnya sih jelas, “bos” besarnya senang, sukur-sukur kemudian posisinya aman atau malah naik.
Badut-badut seperti itu makin bertebaran. Di koran, televisi atau online. Media pun ikut andil mendongkrak popularitas bajingan tengik itu, entah karena tidak ada narasumber lain, atau justru ingin menginformasikan kepada masyarakat, ini loh manusia-manusia yang nekat menjadi penjilat dengan gamblang. Seorang penjilat menggunakan kesetiaan dan kerja mati-matian hanya untuk dapat merebut anugerah dari atasannya.
Dalam lingkup kecil, di kantor misalnya, hal ini juga kerap terjadi. Banyak orang yang bercerita kepada saya, bagaimana rasanya “tergusur” dalam politik kantor, karena penjilat juga bertebaran di perkantoran. Saya kok amat meyakini, bajingan tengik seperti itu, biasanya tidak akan bertahan lama dalam kedudukannya. Mereka tidak akan bertahan dalam eksistensialisme-nya. Mereka orang-orang yang selalu gelisah dengan keberhasilan orang lain, dan orang-orang yang bertepuk tangan dengan kegagalan manusia lain. Seorang penjilat bagaikan ulat busuk di dalam tumpukan sampah sejarah.
Dalam sambaran petir yang mendadak dan kilat yang cepat seorang penjilat selalu berkelakuan sama seperti para monyet tanpa pepohonan, menghilang dengan cepat sekali. Penjilat a.k.a bajingan tengik itu, mungkin ada diri Anda, saya atau kita?
Siapa penjilat favorit Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar